Jumat, 20 November 2009

RSMI Klaim Seragam Karyawati Telah Disertifikasi MUI

Republika Newsroom
Kamis, 19 November 2009 pukul 14:08:00


JAKARTA--Manajemen RS Mitra Internasional (RSMI) Jatinegara, Jakarta Timur mengklarifikasi penyebab kemungkinan dipecatnya tiga karyawati mereka, Kamis (19/11). Menurut Manajer SDM RSMI, Warno Hidayat, pihaknya membolehkan pegawainya mengenakan jilbab. "Namun harus sesuai standard operational procedure (SOP) untuk seragam karyawati medis berjilbab, diantaranya kerudung dimasukkan ke dalam baju dan seragam berlengan tiga jari di bawah siku. Seragam kami telah mendapat sertifikasi sesuai syariat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)," terangnya.

Warno menunjukkan kopi serfitikat tersebut kepada Republika. Dalam surat bernomor U-156/DSN-MUI/V/2009 itu disebutkan, RSMI telah memenuhi syarat kesesuaian syariah seragam kerja muslimah yang dalam kegiatan atau operasionalnya terikat dengan ketentuan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Ketiga karyawati medis tersebut, Sutiyem, Wiwin Winarti, dan Suharti mendapat SP-3 pada 24 Agustus 2009 karena menolak SOP seragam RSMI. Menurut Warno, persyaratan seragam sudah dicantumkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang disusun manajemen bersama pihak pekerja. Kriteria seragam yang demikian menurutnya untuk meminimalisasi infeksi yang terjadi antara paramedis dan pasien. "Hal ini juga karena kami bagian dari perusahaan multinasional yang berkomitmen pada International Infection Control Standard," paparnya.

CEO RSMI, dr Handayani mengatakan, pertimbangan membatasi panjang lengan seragam hingga tiga jari di bawah siku setelah melakukan serangaian ujicoba. Panjang lengan hingga tiga jari di bawah siku menurutnya paling moderat untuk mencegah resiko infeksi dan tetap menutup aurat. "Kami juga berkonsultasi dengan Hospital Infection Control Management Resources (HICMAR) dari Australia soal kontrol infeksi ini," urainya.

Menurut Warno, ketiga orang tersebut menolak mengikuti SOP seragam dan berteguh pada keyakinannya. Ia melanjutkan, karena kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat dalam beberapa pertemuan bipartit yang telah diselenggarakan, jalan selanjutnya adalah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). "Tapi kami belum tahu kapan PHK akan bisa dijatuhkan," tukasnya.

Tanggapan Anggota DPR

Anggota Komisi IX DPR RI, Ledia Hanifa, berpendapat, batasan mengenai aurat muslimah yang boleh terlihat mestinya tidak dapat ditawar. "Paling mungkin dilakukan modifikasi model pakaian agar tetap sesuai ketentuan namun batasannya tetap terjaga yaitu muka dan telapak tangan," ucapnya kepada Republika, Kamis (19/11).

Wakil rakyat dari F-PKS ini berpendapat, dalam mencegah terjadinya infeksi antar paramedis dan pasien, manajemen RS semestinya bisa mengusahakan cara-cara lain seperti menjaga kesterilan lingkungan dari penyebab infeksi. Ia mencontohkan, di beberapa RS, tenaga medis yang berjilbab tetap dapat menyempurnakan hijabnya dengan menggunakan pakaian lengan panjang. "Di dalam ruangan operasi semua paramedis mengenakan baju lengan panjang, tidak ada masalah karena kesterilannya dijaga," paparnya.

Ia mengharapkan, institusi kesehatan yang mewakili komunitas muslim seperti beberapa RS Islam dapat menjadi contoh dengan memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik namun tenaga kesehatannya tetap dapat menutup aurat dengan baik. Ia juga mengatakan akan menindak lanjuti hal ini ke asosiasi pekerja kesehatan agar organisasi tersebut dapat memberikan perlindungan kepada anggotanya. "Mengenai fatwa MUI untuk seragam itu, akan saya kaji dulu," ucapnya. c15/taq