Kamis, 05 Februari 2009

RUMAH SAKIT MODEREN SEMESTINYA BERBASIS ASURANSI

Kamis, 13 November 2008 | 17:05 WIB

JAKARTA, KAMIS - Rumah sakit yang tidak berorientasi pada pelayanan masyarakat bukan termasuk kriteria rumah sakit modern, kata Deputi Manajer Bidang Keuangan dan Akuntansi FKUI, DR.dr.H. Boy Subirosa Sabarguna MARS, di Jakarta, Kamis.

Indonesia memiliki bermacam-macam rumahsakit, seperti rumah sakit bertaraf internasional dan nasional, kata Subirosa, seraya menambahkan ada rumahsakit nasional yang sudah maju dan ada pula yang belum di samping rumah sakit-rumah sakit daerah yang dikembangkan.

"Yang harus diusahakan itu rumah sakit klasik yang beralih ke rumah sakit moderen. Karena itu tuntutan global," kata Boy.

Boy melanjutkan, ciri rumah sakit klasik itu memiliki struktur organisasi model lama dengan pelayanan yang belum berbasis pada masyarakat, sementara rumah sakit modern adalah rumahsakit yang memandang bahwa rumahsakit membutuhkan pasien bukan sebaliknya."Rumah sakit yang merasa tidak membutuhkan pasien justru yang akan mati," katanya.

Menurut Boy, mulai dari dokter hingga tukang sapu di rumahsakit moderen memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga kalau masih ada rumah sakit yang membiarkan pasiennya di ruangan gawat darurat tanpa melakukan tindakan sesegera mungkin maka rumahsakit itu bisa dimasukkan ke dalam kategori rumahsakit dengan tatanan operasional klasik.

Demikian halnya dengan rumah sakit yang tidak memberi tempat pada orang-orang miskin termasuk kategori rumahsakit klasik, tambahnya.

"Rakyat miskin kesehataannya dijamin askeskin. Harusnya rumah sakit menerima pasies askeskin. Selain itu seharusnya rumah sakit tidak menilai pasien dari ekonominya. Apalagi dalam keadaan darurat," jelas Boy.

Boy juga menilai masyarakat miskin sudah bisa menempatkan posisinya dalam memilih rumah sakit, jadi tidak mungkin masyarakat miskin mendatangi rumah sakit internasional untuk berobat.

Rumahsakit manapun tidak boleh menolak pasien dalam kondisi gawat darurat saat mereka membutuhkan pertolongan pertama meskipun mereka adalah masyarakat miskin, katanya. Jadi sesungguhnya, menurut Boy, yang dimaksud dengan rumahsakit moderen adalah rumah sakit yang berbasis asuransi.

"Semua pihak harus dididik ke arah asuransi. Orang miskin sekarang sudah punya askeskin. Justru masyarakat golongan menengah yang belum sadar asuransi. Demikian juga sistem asuransi di Indonesia belum mendukung. Kalau semua sudah berbasis asuransi maka tidak perlu lagi ada rumahsakit yang minta deposit pada pasiennya," katanya.

Boy mengatakan dengan adanya asuransi maka lebih aman, lebih terjamin, karena segalanya sudah ada perhitungannya, jadi asuransi itu merupakan perencanaan yang lebih memudahkan dan lebih baik, tandasnya

Boy menyarankan agar rumah sakit meninggalkan paradigma lama yang tidak berorientasi pada pelayanan masyarakat. Untuk menjadi rumahsakit moderen, Boy sudah menulis buku mengenai manajemen rumah sakit.

Selain sebagai praktisi manajemen rumah sakit, Boy rajin menulis buku berdasarkan teori-teori manajemen rumahsakit dan pengalamannya dalam menjalankan manajemen rumahsakit. Boy telah menulis sekitar 40 judul buku tentang manajemen rumah sakit selama kurun waktu lima tahun.

Agar rumah sakit bisa menerapkan perubahan, Boy juga mengeluarkan perangkat lunaknya yang diberi judul Sistem Informasi Anggaran Operasional Rumah Sakit.

Museum Rekor Indonesia (MURI) telah menobatkan Boy sebagai penulis produktif. Penghargaan MURI tersebut diberikan kepada Boy agar orang lain terinspirasi menulis buku.

Rabu, 04 Februari 2009

Bagaimana seharusnya Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit di Indonesia melakukan Pembenahan Strategis

Bagaimana seharusnya Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit di Indonesia melakukan Pembenahan Strategis untuk dapat menjadi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan bermutu, efisien dengan tingkat efektifitas klinis dan keamanan/keselamatan yang tinggi kepada masyarakat tanpa adanya perbedaan atau diskriminasi khususnya berdasarkan status ekonomi mereka serta semata hanya merujuk kepada diagnosis/jenis kesakitan dan gangguan kesehatan mereka.

PENDAHULUAN

Pada peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-44, Menteri Kesehatan RI menyatakan sejumlah hal yang menjadi prioritas tinggi yang dilakukan Depkes RI diantaranya adalah mengarahkan Rumah Sakit sebagai sarana kesehatan yang mampu mengatasi masalah kesehatan yang handal, bermutu, dan mengutamakan keselamatan pasien (patient safety), Kompas 18 Desember 2008.

Prioritas Depkes RI menjadi inspirasi RSUD-RSUD untuk mewujudkannya, apalagi pada era otonomi daerah saat ini, Pemerintah Daerah (Tingkat I dan II) yang merupakan salah satu stakeholder selain masyarakat punya andil besar untuk mereformasi manajemen perumahsakitan di daerah. Mengingat secara struktur wilayah RI yang begitu luas, sangat bijak jika fokus reformasi manajemen Rumah Sakit adalah RSUD-RSUD. Karena, sektor perumahsakitan merupakan asset utama daerah dengan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan asli daerah (PAD). Apalagi menjadi salah satu tolak ukur politik seorang Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) dalam melayani masyarakat. Maka salah satu yang menjadi pertimbangan adalah melakukan transformasi lingkungan sosial ekonomi RSUD yang berbasis teknologi medis seiring dengan perkembangan penyakit saat ini.

RSUD-RSUD paling tidak punya standar optimal agar dapat memberikan manfaat kepada semua stakeholder. Beberapa dimensi yang perlu menjadi fokus utama dalam memperbaiki organisasi dan manajemen rumah sakit yaitu :

(1)Dimensi pelayanan yang bermutu, efisien, dengan tingkat efektivitas klinis.

(2)Keamanan dan keselamatan yang tinggi kepada masyarakat tanpa harus membedakan latar belakangstatuspasien.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis merumuskan beberapa dimensi yang menjadi fokus kerja adalah :

(1)Pembenahan fisik Rumah Sakit dengan orientasi pelayanan dan kenyaman untuk pasien dan keluarga.

(2)Pembenahan budaya medis, paramedis dan karyawan secara keseluruhan yang berorientasi peduli dan professional pada pasien, keluarga dan lingkungan.

(3)Pembenahan manajemen keuangan yang akuntabel, manajemen SDM dan infrastuktur sistim informasi pelayanan rumah sakit berbasis data.

(4)Melakukan kerjasama dengan pihak ke-3 dalam hal kerjasama pendanaan fasilitas pelayanan rumah sakit dan mengembangkan sumber daya manusia professional yang berorientasi pada kebutuhan peningkatan status RSUD.

PEMBAHASAN

Dalam hal melakukan pembenahan organisasi dan manajemen rumah sakit di Indonesia, peran stakeholder – pemerintah, legsilatif, masyarakat, dan praktisi medis dan paramedis harus bersinergis dalam rangka memajukan kesehatan rakyat dari Sabang hingga Merauke.

Berikut kerangka kerja yang menjadi fokus pembenahan organisasi dan manajemen rumah sakit adalah :

1) Pembenahan fisik rumah sakit dengan orientasi pelayanan dan kenyamanan untuk pasien dan keluarga.

2) Pembenahan fisik fungsi bangunan RSUD ini bertujuan menciptakan suasana ruangan klinik yang professional, efektif, dan mengacu pada keselamatan medis, non medis, pasien dan keluarga pasien.

Kerangka kerja pembenahan tersebut adalah :

a) Mendesign ulang standar fungsi bangunan RSUD dengan orientasi kenyamanan untuk pasien dan keluarga.

b) Menata ulang konsep ruang rawat inap pasien dengan standar kenyamanan, kebersihan, keselamatan, pemulihan kesehatan pasien.

c) Standarisasi lay out Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruang poliklinik yang berorientasi standar keselamatan kerja kesehatan RS, profesional dan efektif.

d) Mendesign sistim integrasi instalasi air dan lokasi pembuangan limbah RS dengan standar keselamatan kesehatan kerja untuk RSUD.

3) Pembenahan budaya medis, paramedis dan karyawan secara keseluruhan yang berorientasi peduli dan professional pada pasien, keluarga dan lingkungan.

Dalam hal melakukan pembenahan budaya ini, tentunya menyangkut perilaku atau kebiasaan yang telah lama terbentuk di lingkungan RSUD. Maka pembenahan di bidang ini harus berlangsung secara berkesinambungan yaitu :

a) Membentuk tim yang akan merumuskan poin-poin perubahan budaya kerja RSUD.

b) Menetapkan standar pelayanan kepada tamu, pasien, keluarga pasien dalam menjawab pertanyaan baik secara tatap muka maupun melalui alat komunikasi. Sebagai contoh standarisasi Greeting via telepon ”Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam dengan RSUD ”A” dengan ”nama” bisa dibantu?

c) Membuat program-program yang dapat menstimulasi agar semua sumber daya manusia di RSUD terbiasa dengan kebersihan ruang kerja, ruang klinik, ruang perawatan, dan lain lain.

d) Membuat program-program yang dapat menstimulasi SDM RSUD agar peduli terhadap kepentingan pasien dan keluarganya seperti reward kepada medis, paramedis, dan karyawan yang memberikan pelayanan terbaik kepada pasien, keluarga pasien dan lingkungan kerja RS.

4) Pembenahan manajemen keuangan yang akuntabel, manajemen SDM dan infrastuktur sistim informasi pelayanan rumah sakit berbasis data.

5) Pembenahan bidang manajemen keuangan ini bermaksud agar RSUD dapat memberikan keuntungan yang maksimal bagi stakeholder (Pemerintah Daerah, Masyarakat, SDM-nya). Berikut kerangka kerja yang akan dilakukan adalah :

a) Membentuk tim untuk menata ulang sistim pembukuan RSUD yang akuntabel.

b) Memaksimalkan fungsi bidang Perencanaan, Penelitan dan Pengembangan, bidang SDM untuk menata ulang tingkat kebutuhan dokter-dokter umum dan dokter-dokter spesialis agar sistim kaderisasi dokter-dokter umum menjadi spesialis terencana.

c) Mendesign ulang metoda pelaporan pembukuan keuangan RSUD dari manual ke digital.

d) Melakukan identifikasi dan membangun :

· Proses sistim pelaporan keuangan RSUD dari pendaftaran pasien, rawat inap atau rawat jalan, pembayaran.

· Proses sistim pengadaan barang dan jasa, obat-obatan.

· Sistim manajemen sumber daya manusia.

e) Mendesign ulang infrastruktur sistim informasi manajemen RSUD secara bertahap. Seperti : alat komunikasi antar ruangan, keluar, petunjuk-petunjuk keselamatan kerja RS, instalasi switch on/off genset.

f) Mendesign ulang infrastruktur Keselamatan Kerja RS.

g) Melakukan kerjasama dengan pihak ke-3 dalam hal kerjasama pendanaan fasilitas pelayanan rumah sakit.

6) Pihak manajemen RSUD agar dapat responsif terhadap pendanaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembenahan fasilitas. Kerangka kerja yang dapat dijadikan inspirasi adalah :

a) Membentuk tim yang dapat merencanakan Rancangan Pengembangan RS secara jangka pendek, menengah, panjang.

b) Menjalin komunikasi dengan Pemerintah Daerah selaku stake holder agar porsi anggaran RSUD lebih besar secar bertahap setiap tahun.

c) Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah agar melakukan kerja sama dengan pihak Asuransi Jiwa dan Kesehatan.

Hal ini dilakukan dengan cara Pemerintah Daerah menyisihkan anggaran belanja daerah (APBD) menutup polis asuransi jiwa dan kesehatan secara massal untuk semua penduduk di daerah tersebut. Model kerja sama ini bertujuan agar semua pasien (mampu dan kurang mampu) dapat dilayani tanpa adanya perbedaan atau diskriminasi dan hanya merujuk kepada diagnosis/jenis kesakitan dan gangguan kesehatan mereka, dan pihak manajemen RSUD dapat mengajukan klaim kepada perusahaan Asuransi jika ada tindakan-tindakan medis baik kecil maupun besar.

d) Memberikan usulan kepada Pemerintah Daerah agar melakukan kerjasama dengan pihak ketiga (pengusaha) dalam hal pengembangan Bangunan RSUD.

Pola kerjasama ini sebagai contoh RSUD akan membangun paviliun eksekutif, maka model kerjasama BOT (Build on Transfer) dengan pihak ketiga memungkin untuk dilakukan.

Kerjasama BOT adalah dimana kerjasama kontrak kerja Pemerintah Daerah atau RSUD yang memiliki tanah dan pihak ketiga melakukan pembangunan gedung tersebut, pihak ketiga memiliki bangunan tersebut selama 10 atau 15 atau 20 tahun atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Selama kontrak perjanjian BOT tersebut, pihak ketiga dapat memaksimalkan bangunan secara komersial. RSUD dapat menyewa bangunan tersebut dengan harga khusus atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Dengan demikian, RSUD akan memperoleh nilai tambah baik dari segi mutu pelayanan, pendapatan finansial maupun kenyaman pasien kelas khusus atau eksekutif maupun keluarga pasien.

7) Membuat rencana kerja untuk meningkatan profesi SDM medis menjadi dokter spesialis, paramedis, karyawan RSUD setiap tahun.

Rencana kerja tersebut diajukan ke Pemda untuk memperoleh beasiswa belajar secara berkesinambungan.

PENUTUP

Demikian beberapa hal yang akan dilakukan pembenahan secara strategis dan bertahap terhadap RS atau RSUD sesuai dengan skala prioritas yang akan dilakukan pihak manajemen RS.

67% Rumah Sakit Lulus Akreditasi

Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, dr Mulya A Hasjmy, mengatakan, dewasa ini sekitar 67 persen dari jumlah 1.500 rumah sakit di Tanah Air dinyatakan lulus akreditasi.

"Akreditasi ini dilakukan untuk mengetahui kualitas rumah sakit dan demi menjaga mutunya," katanya di Kelurahan Pekan Labuhan, seusai acara sosial bhakti Waspada untuk rakyat.

Pada acara tersebut juga dihadiri Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Menurut dia, akreditasi ini dilakukan oleh lembaga independen yakni Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan hasilnya diakui oleh pemerintah.

Selain untuk mengetahui kualitas rumah sakit, akreditasi ini juga menjawab keinginan pihak asuransi yang ke depannya hanya mau bekerja sama dengan rumah sakit yang sudah terakreditasi.

Sertifikat akreditasi tersebut diberikan kepada rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan standar akreditasi yang disusun oleh KARS.

Sebagian besar rumah sakit yang telah lulus akreditasi tersebut rata-rata adalah rumah sakit yang berada di kota besar, sedangkan kebanyakan rumah sakit daerah masih harus meningkatkan kualitasnya agar bisa mendapat sertifikat akreditasi.

"Akreditasi yang ada saat ini belum memuat aspek keselamatan pasien, ke depannya kita akan masukkan aspek ini dalam uji akreditasi. Salah satu aspek keselamatan pasien bisa terlihat dari ketersediaan kotak pengaduan bagi para pasien untuk menyampaikan keluhan-keluhan atas pelayanan di rumah sakit," katanya. (Kompas, 29 Januari 2009)