Kamis, 11 Juni 2009

RS Daerah Minta Verifikasi oleh Pihak Ketiga

Kompas, 18 Maret 2008 | 19:08 WIB

SURABAYA, SELASA - Rumah sakit daerah menyatakan keberatan untuk menjalankan sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat. Sebab, keharusan memverifikasi sendiri klaim atas pelayanan rakyat miskin mengganggu tugas utama melayani orang sakit. Untuk itu, diharapkan verifikasi klaim dilakukan oleh pihak ketiga, bukan oleh rumah sakit.

Hal itu disampaikan secara terpisah Ketua Forum Pers RSU dr Soetomo dr Urip Murtedjo SpB, Direktur Rumah Sakit Haji Surabaya Prof Dr Rochmad Romdoni, dan Sekretaris RS Jiwa Menur Surabaya dr Hendro Riyanto, Selasa (18/3) di Surabaya.

“Verifikasi klaim oleh rumah sakit sendiri, jelas menyulitkan. Idealnya rumah sakit hanya melayani pasien dan tidak disibukkan urusan administrasi yang bukan tugasnya,” tutur Prof Romdoni. Dr Urip menambahkan, pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah pusat melalui anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Jatim agar verifikasi dilakukan oleh pihak ketiga.

Sebab, rumah sakit daerah merupakan penerima dan pihak yang membelanjakan anggaran untuk pengobatan rakyat miskin. Maka akan terasa konyol bila verifikasi dilakukan oleh rumah sakit sendiri. Selain itu, hal tersebut akan mengganggu kinerja rumah sakit yang semestinya melayani pasien sebaik-baiknya.

Pedoman pelaksana (manlak) Jamkesmas sudah diterima rumah-rumah sakit daerah. Namun, obat-obatan yang tercantum dalam manlak itu umumnya sama dengan yang ditetapkan Menteri Kesehatan pada 2007. Artinya, masih banyak kekurangan jenis obat yang bisa diberikan untuk mengobati rakyat miskin.
Dr Hendro mengatakan, jumlah dan jenis obat yang ditetapkan tidak berbeda dengan tahun lalu. Artinya, obat yang bisa digunakan sangat terbatas. Dia mencontohkan obat antidepresan yang ditetapkan untuk rakyat miskin hanya satu jenis, yakni amitriptylin.

“RSJ Menur adalah rumah sakit tipe A. Kalau pasien di puskesmas diberi amitriptylin dan di RS tipe A juga mendapat obat yang sama, apa bedanya diobati di puskesmas dan di rumah sakit,” tuturnya. Jumlah dan jenis obat yang sangat terbatas dan terlalu generik itu, menurut dr Hendro, juga menyulitkan dokter untuk mengembangkan ilmu. Padahal, dokter semestinya tidak sekadar mengobati pasien, tetapi menyembuhkan pasien.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Rofi’ Munawar menambahkan, sistem jamsosnas hanya konsep tambal sulam. Semestinya, pemerintah cukup memperbaiki sistem yang ada. Misalnya, klaim segera dicairkan sehingga tidak perlu PT Askes berutang ratusan miliar kepada rumah-rumah sakit daerah.
“Yang penting, Depkes harus segera melunasi tunggakan melalui PT Askes ke rumah-rumah sakit se-Jatim yang sampai akhir 2007 saja mencapai Rp 176,4 miliar. Untuk lima rumah sakit daerah milik Provinsi Jatim saja Rp 62 miliar. Kalau dengan PT Askes saja tidak ada uangnya, apa jaminan Depkes akan patuh mencairkan uang?” tutur Rofi’.

Dr Urip menambahkan, sistem apa pun, yang penting klaim atas pelayanan medis dan pengobatan untuk rakyat miskin cepat dibayar. Pencairan anggaran yang terlalu lama tentunya menyulitkan operasional rumah sakit daerah. (INA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar