Selasa, 23 Juni 2009

RS Dilarang Tolak Gakin

Rabu, 24 Juni 2009 | 06:20

KOMPAS.com - Pengelola rumah sakit pemerintah dan swasta yang menjalin kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dilarang menolak pasien yang datang dengan kartu Keluarga Miskin. Pidana enam bulan, pencabutan izin, dan denda Rp 50 juta akan dikenakan kepada yang melanggar.

Ancaman hukuman itu muncul dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta untuk membahas rancangan Peraturan Daerah (Perda) Sistem Kesehatan Daerah, Selasa (23/6).

Juru bicara Fraksi Partai Demokrat, Lucky P Sastrawiria, mengatakan, perda itu akan menjamin warga miskin pemegang kartu Gakin selalu terlayani dengan baik di rumah sakit atau puskesmas. Selama ini pemegang kartu Gakin ada yang ditolak rumah sakit karena berbagai alasan.

Penolakan sering diakibatkan pemerintah terlambat membayar tagihan Gakin. Penolakan ini jelas menyulitkan warga miskin yang sedang sakit dan segera membutuhkan pengobatan.

Di sisi lain, Pemprov juga harus menjamin pembayaran tagihan Gakin dari rumah sakit tidak terhalang oleh kerumitan birokrasi. Dengan demikian, semua pihak dapat diuntungkan.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, sanksi diperlukan untuk menegakkan peraturan ini. Dalam melayani masyarakat miskin, semua pihak harus memberi pelayanan prima.

Sanksi bagi pengelola rumah sakit yang menolak pasien dengan kartu Gakin akan diberikan secara bertahap, mulai dari peringatan lisan, peringatan tertulis, sampai pencabutan izin operasi dan tuntutan pidana.

Preventif diutamakan

Selain sanksi bagi rumah sakit, Perda Sistem Kesehatan Daerah juga mengubah prioritas penanganan kesehatan masyarakat, dari mengobati menjadi mencegah atau preventif. Sistem kesehatan yang bersandar pada prioritas pengobatan dinilai sangat mahal dan tidak meningkatkan standar kesehatan warga.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati mengatakan, di setiap kelurahan akan ditempatkan seksi kesehatan masyarakat. Seksi kesehatan masyarakat bertugas mendorong warga untuk membersihkan lingkungan dan mencegah berbagai penyakit menular, seperti demam berdarah dengue dan diare.

Posyandu untuk menjaga kesehatan anak balita dan mencegah gizi buruk semakin digiatkan. Keluarga berencana juga akan digiatkan kembali untuk membatasi angka kelahiran.

Para petugas kesehatan di puskesmas kelurahan dan kecamatan akan dilatih untuk siaga bencana. Mereka harus mempunyai pedoman standar operasi jika terjadi musibah di sekitar lingkungan tempat kerja.

”Bencana banjir, ledakan bom, pesawat jatuh, dan kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sewaktu- waktu di berbagai tempat di Jakarta. Petugas kesehatan harus terlatih dan mengerti langkah- langkah yang harus dilakukan jika terjadi bencana,” kata Dien.

Dalam kondisi normal, kata Dien, petugas kesehatan juga harus mengawasi pembuatan makanan yang dijual kepada warga. Makanan kecil yang kerap dijajakan di sekolah-sekolah juga harus diawasi kandungannya.

Setiap orang atau badan hukum pembuat makanan, jamu, dan obat yang dijual ke masyarakat harus mendapat rekomendasi gubernur. Pengawasan pembuatan makanan dan obat akan dilakukan di tingkat kelurahan.

”Jangan sampai warga mengonsumsi makanan yang mengandung bahan berbahaya. Penyakit dari makanan yang tidak sehat mungkin tidak muncul dalam waktu dekat, tetapi akan parah pada masa depan,” kata Dien. (ECA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar