Minggu, 10 Mei 2009

Penggunaan Alat Canggih di RS Meningkat

29 April 2009 Elok Dyah Messwati


JAKARTA, KOMPAS.com - Dampak dari krisis keuangan global adalah kini terjadi peningkatan permintaan pemakaian ruang VIP dan alat-alat canggih di beberapa rumah sakit di Indonesia. Penggunaan peralatan canggih seperti MRI tadinya sangat selektif, kini hampir setiap hari alat canggih digunakan.

"Operasi lutut meningkat hampir 200 persen dalam dua tahun terakhir. Dulu pasien-pasien mampu berobat ke Malaysia dan Singapura, tapi karena krisis keuangan global, mereka lebih memilih berobat di dalam negeri," kata Direk tur Eksekutif Jogja International Hospital dr Suprijanto Rijadi pada seminar Hospital Management Program dengan topik "Krisis Keuangan Global dan Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit" di Jakarta, Rabu (29/4).

Hal lain yang menunjukkan bahwa kini pasien yang mampu lebih memilih berobat ke RS di Indonesia, menurut Ketua Asosiasi Kesehatan Masyarakat Indonesia Dr Adang Bachtiar, adalah meningkatnya jumlah operasi elektif (operasi yang direncanakan) seperti operasi jantung atau lutut.

"Peluang seperti ini t idak akan datang berkali-kali, jadi pihak rumah sakit harus segera berbenah untuk membeli pelayanan kesehatan terbaik," kata Adang Bachtiar.

Selain bertambahnya pasien dari kalangan mampu, krisis keuangan global juga menambah jumlah penduduk yang makin mi skin. Ini berarti rumah sakit juga harus membuka aksesibilitas untuk orang tidak mampu agar bisa berobat ke rumah sakit.

"Ya, memang ada Jamkesmas. Tapi alangkah lebih baik jika dilakukan tindakan promotif dan preventif agar tidak terlanjur jatuh sakit da n memerlukan dana kesehatan yang lebih besar," kata Adang Bachtiar.

Sementara itu, Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta Selatan Dr Dody Firmanda menyatakan prihatin karena obat dan peralatan kesehatan masih diimpor. "Bio Farma dan Kimia Farma harus dikembalikan fungsinya. Untuk bisa survive dari krisis, kita harus punya kebijakan cinta produk dalam negeri, dimulai saja dari pengadaan peralatan dan obat-obatan. Indonesia harus independen," kata Dody Firmanda.

Kalau harga obat dan peralatan naik, maka akan berujung pada naiknya harga pelayanan kesehatan di rumah sakit. "Padahal kami tidak mungkin menaikkan harga kamar karena pasien akan lari. Karena itu ratusan rumah sakit kecil di Indonesia sekarang ini membentuk jaringan dan saling belajar agar surv ive," kata Suprijanto Rijadi yang juga Ketua Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia.

Menurut Adang Bachtiar, Menteri Kesehatan di masa depan haruslah memiliki kemampuan kesehatan yang komprehensif mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif da n rehabilitatif dan mampu memfasilitasi kebutuhan kesehatan mereka yang sehat sebanyak 85 persen dan mereka yang sakit 15 persen, baik pada pelayanan dasar ataupun pelayanan rujukan.

"Menkes harus mampu menata sistem pelayanan kesehatan dan sistem pembiayaan kesehatan," kata Adang Bachtiar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar