Selasa, 24 Februari 2009
DOKTER SPESIALIS UNTUK DOKTER PUSKESMAS
PALEMBANG, SABTU - Direktur Bina Pelayanan Spesialistik Departemen Kesehatan, Dr Kemas M Akib Rahmad minta pemerintah daerah (pemda) aktif mengusulkan dokter puskesmas untuk dididik menjadi dokter spesialis yang difasilitasi pemerintah pusat.
"Setiap tahun Departemen Kesehatan memfasilitasi dokter umum untuk melanjutkan pendidikan spesialis pada setiap fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan di Indonesia, tetapi partisipasi pemda mengirimkan usulan masih minim," katanya di Palembang, Sabtu.
Usai membuka Rapat Kerja dan Seminar Nasional Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), ia menjelaskan hampir sebagian daerah masih kekurangan dokter spesialis, karena itu diharapkan pemda lebih aktif mengusulkan pendidikan spesialis untuk dokter terutama yang bertugas di puskesmas dan rumah sakit daerah.
Kalau pemda tidak aktif mengusulkan tenaga dokter di daerah untuk dididik menjadi dokter spesialis, bagaimana mungkin memenuhi kebutuhan layanan spesialis pada masyarakat karena setiap rumah sakit tipe C dan D minimal memiliki empat dokter spesialis.
Ia mengatakan, sampai kini masih banyak rumah sakit daerah yang belum mencukupi kebutuhan minimal empat tenaga spesialis, yakni spesialis anak, kebidanan dan kandungan, bedah serta penyakit dalam.
"Empat dokter spesialis tersebut meski menjadi syarat berdirinya rumah sakit daerah, namun sampai kini lebih dari 50 persen rumah sakit kelas C dan D belum memenuhi ketentuan tersebut," katanya.
Departemen Kesehatan sendiri sejak 2008 telah mendidik 260 dokter umum untuk dididik menjadi dokter spesialis yang diusulkan daerah.
Pada 2009 ini Departemen Kesehatan siap memfasilitasi pendidikan spesialis terhadap 500 dokter umum yang diusulkan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota.
Pendidikan spesialias tersebut dikhususkan untuk dokter di puskesmas dan rumah sakit daerah. Setelah selesai pendidikan mereka pun diminta kembali bekerja di tempat asal sesuai dengan usulan pemda.
Khusus untuk pengajuan pendidikan spesialis yang diusulkan Pemda Sumatera Selatan (Sumsel) dan sejumlah kabupaten/kota di provinsi ini pada 2008 masih sangat minim.
"Sedangkan Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) menjadi daerah yang paling banyak mengusulkan dokter puskesmas atau rumah sakit untuk dididik menjadi dokter spesialis," katanya.
Minggu, 22 Februari 2009
Banyak RS Dikelola Secara Tradisional
MEDAN, KAMIS - Banyak rumah sakit di Indonesia yang masih dikelola secara tradisional hingga berakibat pada kurang puasnya pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Sutomo Kasiman mengatakan hal tersebut di Medan, Kamis (21/2). Menurutnya, hingga kini masyarakat masih beranggapan bahwa produk impor barang dan jasa yang dikelola pihak asing lebih baik mutunya dari produk dalam negeri.
Sebagian masyarakat yang memiliki uang lebih atau ketika penyakitnya tergolong serius lebih memilih untuk berobat ke rumah sakit di negara tetangga atau pun negara lainnya.
"Ini tentunya menjadi pertanyaan bagi kita dan juga merupakan tantangan yang harus dihadapi secara bersama oleh pengelola rumah sakit maupun pemerintah," katanya seperti dikutip ANTARA.
Untuk itu kata dia, peningkatan kualitas mutu merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi rumah sakit berupa pelayanan, kualitas tim medis maupun ketersediaan alat-alat medis.
"Ini tentunya menuntut komitmen yang nyata dari semua unsur rumah sakit karena peningkatan mutu dirumah sakit merupakan tujuan utama dari pelayanan kesehatan yakni melindungi pasien, tenaga kesehatan, dan rumah sakit itu sendiri,"katanya.
Selasa, 17 Februari 2009
Kendalikan Infeksi di Rumah Sakit
Kompas, Untuk menjamin keselamatan pasien di rumah sakit, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan PT MRK Diagnostic meluncurkan program NICE (No Infection Campaign and Education). Program ini dirancang untuk mengubah perilaku petugas kesehatan di seratus rumah sakit selama Juni 2008 sampai Oktober 2009.
Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Farid W Husain, pada peluncuran program NICE sekaligus seminar yang diikuti sekitar 150 peserta dari Depkes, berbagai rumah sakit dan laboratorium klinik , Rabu (4/6), di Hotel Four Season, Jakarta, menyambut baik program NICE yang bertujuan memberi informasi dan kesadaran bagi semua staf di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain tentang bahaya dan risiko infeksi yang didapat di RS sekaligus untuk memperoleh data kejadiannya di RS.
Infeksi yang diperoleh saat berada di rumah sakit (Health Care Associat ed Infection atau HAI) merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Meski sejumlah kejadian infeksi nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien, namun menyebabkan pasien dirawat lebih lama. Hal ini mengakibatkan pasien harus membayar lebih mahal, ujar Farid.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Saat ini, infeksi nosokomial di rumah sakit di seluruh dunia lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap.
Sejauh ini, Depkes telah memiliki program patient safety (keselamatan pasien). Salah satu pilar menuju keselamatan pasien adalah revitalisasi program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPI RS). Melalui program ini, diharapkan infeksi nosokomial (infeksi yan g didapat dan atau timbul pada waktu pasien dirawat di rumah sakit), dapat ditekan serendah mungkin. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat menerima pelayanan kesehatan secara optimal.
Depkes juga memiliki kebijakan nasional dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270 Tahun 2007 mengenai pedoman manajerial PPI di RS dan fasilitas pelayanan kesehatan lain, serta Keputusan Menkes Nomor 381 Tahun 2007 tentang pedoman PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain. Ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk memberi layanan bermutu pada masyarakat agar tiap rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain dapat menjalankan program pencegahan dan pengendalian infeksi, katanya. (EVY)
Minggu, 15 Februari 2009
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KRISIS BENCANA RSUD MAJALENGKA
Dr. Dini Azora, Kep. IGD RSUD Majalengka by : owner
I.Latar belakang
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana alam maupun karena ulah manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana ini adalah kondisi geografis, iklim, geologis dan faktor lain seperti keragaman sosial budaya dan politik.
Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua Asia dan benua Australia serta lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Terdapat 130 gunung api aktif dan lebih 5000 sungai besar dan kecil yang 30 % di antaranya melewati kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadinya banjir, banjir bandang dan tanah longsor pada saat musim penghujan.
Kabupaten Majalengka yang secara geografis rawan terhadap bencana alam karena adanya gunung berapi Ciremai, berbukit dan lembah-lembah sehingga perlu diwaspadai adalah akibat bencana angin yang begitu kencang, banjir bandang, tanah longsor serta bencana lain akibat ulah manusia.
Bencana adalah peristiwa (alam atau karena manusia) yg menimbulkan gangguan kehidupan dan penghidupan manusia serta memerlukan bantuan luar untuk menanggulanganinya dengan menanggalkan prosedur rutin.
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan penanganan krisis kesehatan akibat bencana adalah :
1.Sistim Informasi yang belum berjalan dengan baik.
2.Mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik.
3.Mobilisasi bantuan dari luar RSUD Majalengka masih terhambat akibat masalah transportasi dan komunikasi.
Beberapa jenis bencana antara lain :
a.Bencana alam (Natural Disaster)
•Gempa, Gunung meletus, Tsunami,
•Banjir, Banjir bandang, Tanah longsor, Angin puyuh dll.
b.Karena ulah manusia (Man-Made Disaster)
Kegagalan teknologi, Kecelakaan massal, Kebakaran hutan dll.
c.Kedaruratan Kompleks
Konflik sosial, Terorisme, dll
II.Manajemen Pelayanan Penanggulangan Krisis Kesehatan
Kejadian bencana selalu menimbulkan krisis kesehatan, maka penanganannya perlu diatur dalam bentuk kebijakan sebagai berikut :
1.Setiap korban akibat bencana perlu mendapatkan pelayanan kesehatan sesegera mungkin secara maksimal dan manusiawi.
2.Prioritas awal selama masa tanggap darurat adalah penanganan gawat darurat medik terhadap korban luka dan identifikasi korban mati disarana kesehatan.
3.Prioritas berikutnya adalah kegiatan pelayanan kesehatan untuk mengurangi resiko munculnya bencana lanjutan.
4.Koordinasi pelaksanaan penanganan krisis kesehatan akibat bencana dilakukan secara berjenjang dan skala prioritas yang melibatkan semua unit kerja mulai dari IGD, Poliklinik, Perawatan dan Pelayanan, Farmasi, Laboratorium, Logistik, dan Komite Medik RSUD Majalengka.
5.Pelaksanaan penanganan krisis kesehatan di RSUD Majalengka dibantu dari berbagai pihak, PMI, PolRes Kabupaten Majalengka, Puskemas terdekat, jajaran Pemerintah Daerah (RT, Lingkungan, RW, Kepala Desa, Camat), Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Radio Amatir, LSM dan masyarakat.
6.Pengaturan distribusi bantuan peralatan medis dan non medis, obat-obatan, stok darah serta bantuan tenaga medis dan paramedis dilaksanakan secara berjenjang.
7.Dalam hal kejadian bencana yang mengakibatkan tidak berjalannya fungsi pelayanan kesehatan di RSUD Majalengka, kendali operasioanl diambil alih secara berjenjang ke tingkat yang lebih tinggi.
8.Informasi pelayanan bencana massal ditangani langsung oleh Direktur RSUD Majalengka.
9.Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala yang perlu diikuti oleh semua pihak yang terlibat dalam pelayanan penanggulangan kesehatan, sekaligus menginformasikan kegiatan masing-masing.
III.Pengorganisasian
Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATLAK PB) di tingkat RSUD Majalengka, dipimpin oleh Direktur yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pelayanan penanggulangan bencana di wilayah Kabupaten Majalengka dengan tetap memperhatikan kebijakan dan arahan teknis Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATLAK PB) Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka.
Tugas dan wewenang Direktur RSUD Kabupaten Majalengka adalah
1.Melaksanakan dan menjabarkan kebijakan, standart dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain baik persiapan sebelum menerima pasien, pada saat penanganan, dan recovery penanganan pasien.
2.Berwenang secara aktif mengelola bantuan kesehatan medis dan non medis, serta bantuan SDM dari luar RSUD.
3.Mengeluarkan SK Unit Pelaksana Tehnis di RSUD Kabupaten Majalengka tentang Tim Pelaksana Harian kelompok kerja tetap Penanggulangan Krisis Bencana RSUD Kabupaten Majalengka.
Tugas dari Tim ini adalah:
1)Menerima informasi terjadinya musibah massal/ bencana bidang kesehatan.
2)Melakukan aktifasi POKJATAP dan Tim Penanggulangan Krisis Bencana RSUD Kabupaten yang merupakan bagian dari Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
3)Analisa data dan menyiapkan rencana operasional Pelayanan Penanggulangan Krisis Bencana.
4)Melaksanakan tanggap darurat awal pelayanan penanggulangan korban musibah massal dan bencana sesuai kewenangan.
5)Monitoring/Updating data dan evaluasi hasil kegiatan pada satuan waktu tertentu.
IV.Mekanisme Pengelolaan bantuan
Bantuan tersebut meliputi obat dan perbekalan kesehatan dan Sumber daya manusia
a.Obat dan Persediaan Darah.
Penyediaan obat dalam situasi bencana merupakan salah satu unsur penunjang yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan pada saat bencana.
Penyediaan dan pendistribusian obat dan persediaan darah dalam penanggulangan bencana pada dasarnya tidak membentuk sarana dan prasarana baru, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah tersedia, hanya intensitas pekerjaannya ditingkatkan dengan memberdayakan sumber daya RSUD Majalengka.
Pengaturan dan pendistribusian obat-obatan, dan persediaan darah sebagai berikut :
1)Unit Kerja Farmasi langsung memastikan kecukupan persedian obat-obatan, persedian darah, agar dilaporkan ke Ketua Tim Pelaksana Teknis.
2)Unit Kerja Farmasi RSUD Majalengka menyiapkan obat-obatan dan persediaan darah selama 24 jam untuk melayani korban bencana di RSUD Majalengka.
3)Obat-obatan dan persediaan darah tersedia di RSUD Majalengka dapat langsung dimanfaatkan untuk melayani korban bencana, bila terjadi kekurangan minta tambahan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka dan PMI Kabupaten Majalengka.
4)Unit Kerja Farmasi memberikan Laporan Persediaan obat dan darah secara periodik (pagi, siang, malam) ke Ketua Tim Pelaksana Teknis.
5)Bila persediaan obat di RSUD Majalengka dapat segera meminta ke Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka dan atau Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat dan atau ke DEPKES RI Pusat.
Prinsip dasar dari pengelolaan obat, persediaan darah dan perbekalan kesehatan lainnya pada situasi bencana adalah harus cepat, tepat dan sesuai kebutuhan. Oleh karena itu koordinasi dan pembagian wewenang dan tanggung jawab sangat diperlukan.
b.Sumber Daya manusia
Dalam hal terjadinya bencana perlu melakukan mobilisasi Sumber Daya Manusia kesehatan yang tergabung dalam Tim Penanggulangan Krisis Bencana yaitu :
1)Tim Reaksi Cepat
2)Tim Bantuan Kesehatan.
Sebagai Koordinator Tim adalah Direktur RSUD Kabupaten Majalengka.
1.1Tim Reaksi Cepat
Adalah Tim yang diharapkan segera bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada informasi kejadian bencana terdiri dari :
1.1.1 Pelayanan Medik
-Dokter umum: 10 orang
-Dokter Sp.Bedah: 2 orang
-Dokter Sp.Anestesi: 1 orang
-Perawat mahir (bedah, gadar): 10 orang
-Tenaga Disaster Victim Identification: 1 orang
-Apoteker/Ass. Apoteker: 5 orang
-Sopir Ambulans: 2 orang
1.1.2Surveillance Epidemiologi/Sanitarian:1 orang
1.1.3Petugas komunikasi:2 orang
1.2Tim Bantuan Kesehatan
Tim ini dibutuhkan setelah Tim Reaksi Cepat bekerja dan di dukung dengan kegiatan mereka dilapangan terdiri dari :
1.Dokter Umum
2.Apoteker dan Asisten Apoteker
3.Perawat (D3/S1 keperawatan)
4.Perawat mahir
5.Bidan (D3 Kebidanan)
6.Sanitarian (D3 Kesling/S1 Kesmas)
7.Ahli Gizi (D3/D4 Kesehatan/S1 Kesmas )
8.Tenaga Surveillance (D3/D4 Kes/S1 Kesmas )
9.Entomolog (D3/D4 Kes/S1 Kesmas/S1 Biologi)
V.Pendayagunaan tenaga mencakup
1.Distribusi
Penanggung jawab dalam pendistribusian SDM kesehatan di RSUD Majalengka adalah Direktur RSUD Majalengka yang akan didistribusikan kepada Dinas Kesehatan.
2. Mobilisasi
Mobilisasi SDM kesehatan dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan pada saat dan pasca bencana bila :
•Masalah kesehatan yang timbul akibat bencana tidak dapat diselesaikan oleh daerah tersebut sehingga memerlukan bantuan dari daerah atau regional.
•Masalah kesehatan yang timbul akibat bencana seluruhnya tidak dapat diselesaikan oleh daerah tersebut sehingga memerlukan bantuan dari regional, nasional dan internasional.
VI.Pokok-pokok kegiatan Penanggulangan Bencana
6.1Pra (sebelum terjadi Bencana)
1.Menyusun pedoman, protap dan juklak/juknis di tk Kabupaten.
2.Melakukan analisis risiko
3.Menyusun rencana-rencana penanganan dgn melibatkan instansi terkait, pihak swasta, LSM dan masyarakat
4.Memfasilitasi dan melaksanakan pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas program/lintas sektor secara intensif
5.Melaksanakan pengembangan diklat bagi petugas dan masy. (termasuk gladi)
6.Menyusun, mengembangkan sistem informasi dan komunikasi
7.Menyusun, mengembangkan sistem manajemen hingga ke tingkat kelurahan
8.Melakukan pengembangan media penyebarluasan informasi
9.Melakukan sosialisasi dan advokasi upaya penanganan
10.Mendorong terbentuknya unit kerja yang menangani di setiap jenjang administrasi
11.Mendorong terbentuknya Satuan Tugas Kesehatan disetiap jenjang administrasi
12.Mendorong terbentuknya pusat pengendali operasional di tk. Kabupaten
13.Mengadakan dan mensiapsiagakan sumber daya
14.Mengembangkan sistem kewaspadaan dini
15.Menyiapkan pusat-pusat regional penanganan
Saat Terjadi Bencana
1.Menyusun rencana operasi dan melaksanakannya dng melibatkan instansi terkait, pihak swasta, LSM, masy. dan mitra kerja lainnya.
2.Membantu pelaksanaan pencarian dan penyelamatan korban
3.Memobilisasi sumber daya
4.Mengaktifkan pusat pengendali operasional penanganan
5.Melakukan penilaian cepat kesehatan
6.Melakukan pelayanan kesehatan darurat
7.Melakukan pelayanan kesehatan rujukan
8.Melakukan surveilans epidemiologi penyakit potensial wabah dan faktor risiko
9.Monitoring dan evaluasi penanganan tanggap darurat
Pasca Bencana
1.Melaksanakan pemulihan kesehatan masy. dgn melibatkan instansi terkait, pihak swasta, LSM, masyarakat. dan mitra kerja lainnya.
2.Melaksanakan pemulihan fasilitas dan penyediaan tenaga kesehatan dng melibatkan instansi terkait, pihak swasta, LSM, masyarakat dan mitra kerja lain agar dpt berfungsi kembali
3.Memberdayakan masyarakat dlm upaya pemulihan
4.Mengendalikan vektor dan penyakit potensial wabah
5.Melakukan surveilans penyakit potensial wabah dan faktor risiko
6.Memantau kualitas air bersih dan sanitasi
7.Mengendalikan faktor risiko kesehatan
8.Menanggulangi masalah kesehatan jiwa dan psikososial
9.Melakukan analisis dampak kesehatan
10.Melaksanakan pelayanan kesehatan reproduksi
11.Melakukan perbaikan gizi masyarakat
12.Melakukan upaya rehabilitasi medik
13.Melakukan upaya rekonstruksi sumber daya kesehatan
14.Monitoring dan evaluasi
Penutup
Sampai saat ini bencana tidak seorangpun yang dapat menduga, oleh karena itu kewaspadaan dan kesiapan menghadapi bencana itu perlu terus menerus di tingkatkan. Keterlibatan seluruh komponen masyarakat sangatlah penting untuk meminimalisasi dampak dari bencana tersebut.
Kecepatan dan ketepatan penanganan dibutuhkan pada saat bencana, sehingga koordinasi,pembagian tugas dan tanggung jawab dari semua unsure yang terlibat menjadi penting.
Sabtu, 14 Februari 2009
Green Hospital, Rumah Sakit Berwawasan Lingkungan
Kompas, 4 November 2008 | 19:23 WIB
JAKARTA, SELASA - Tuntutan kebutuhan pelayanan dari pelanggan rumahsakit telah bergeser ke arah pelayanan paripurna dengan berbasis kenyamanan dan keamanan lingkungan rumahsakit. Oleh karena itu, rumahsakit hendaknya mampu memberi perlindungan dan kenyamanan bagi pasien dan pengunjung lainnya untuk memenuhi unsur kenyamanan ekologis sebagai pertimbangan pasien dalam pemilihan rumah sakit.
Kebijakan Green Hospital merupakan jawaban pergeseran tuntutan kebutuhan mutu pelayanan RS bagi masyarakat. Sayangnya, kebijakan itu belum banyak diterapkan di Indonesia. Investor rumahsakit di perkotaan khususnya pada umumnya memiliki keterbatasan lahan fisik, sehingga rumahsakit dibangun dengan kecenderungan mengabaikan unsur lingkungan hijau dengan hanya mengkonsentrasikan pemanfaatan penggunaan lahan untuk bangunan secara maksimal.
Menurut Direktur Utama RS Persahabatan dr Agung P Sutioso, dalam siaran pers, Selasa (4/11), di Jakarta, hadirnya kebijakan Green Hospital bagi RS persahabatan akan menjadi ciri khas sekaligus model pembangunan berkelanjutan untuk industri rumahsakit bahwa mengelola RS tidak terjebak pada orientasi bisnis semata. Kebijakan itu diharapkan akan memberi kontribusi bagi peningkatan kualitas udara di dalam rumahsakit khususnya dan di wilayah Jakarta Timur pada umumnya.
Terkait hal itu, lahan Rumah Sakit Persahabatan seluas 134.521 meter persegi saat ini telah dimanfaatkan untuk ruang terbuka seluas 96.717 meter persegi (71,89 persen), dan sisanya untuk bangunan. Akan tetapi, pemanfaatan penataan bangunan itu dinilai belum memenuhi kaidah perencanaan induk yang mengakomodir berbagai fungsi program dan fungsi kegiatan RS yang efisien. "Kami akan menambah ruang terbuka hijau menjadi sebesar 85,88 persen," kata Agung.
Implementasi kebijakan green hospital untuk meningkatkan mutu pelayanan di RS Persahabatan itu memakai pendekatan appreciative inquiry (AI) yang diikuti seluruh direksi, pejabat struktural, dan pejabat fungsional RS itu. Ada beberapa langkah pendekatan AI yaitu mencari kondisi unik dan keunggulan yang dimiliki, lalu peserta ditantang untuk menemukan bentuk masa depan bernilai berdasarkan sejarah, menciptakan strategi dan merancang arsitektur sosial, dan tahap di mana semua proses pembelajaran, improvisasi serta adaptasi terjadi.
Selain memfokuskan diri pada penataan ruang terbuka hijau, implementasi green hospital juga memperhatikan efek samping rumah samping yaitu limbah cair, padat dan gas. Menurut Agung, limbah merupakan parameter utama dalam menentukan RS dengan citra ramah lingkungan. Untuk mewujudkan hal itu, saat ini RS Persahabatan telah dilengkapi fasilitas pengolahan limbah yaitu berupa instalasi pengolahan air limbah dengan sistem biologi.
Fasilitas pengolah limbah lain adalah mesin incinerator sebanyak dua unit dengan kapasitas 100 kilogram per jam pembakaran. Alat ini digunakan untuk memusnahkan sampah bahan beracun berbahaya atau B3 yang dikenal dengan sampah medis. Selain itu, ada laboratorium lingkungan yang berfungsi memantau kualitas lingkungan. "Kami juga membuat 1.000 biopori yang berfungsi sebagai resapan air hujan dan pengolahan limbah organik jadi pupuk kompos," kata Agung.
Kamis, 05 Februari 2009
RUMAH SAKIT MODEREN SEMESTINYA BERBASIS ASURANSI
JAKARTA, KAMIS - Rumah sakit yang tidak berorientasi pada pelayanan masyarakat bukan termasuk kriteria rumah sakit modern, kata Deputi Manajer Bidang Keuangan dan Akuntansi FKUI, DR.dr.H. Boy Subirosa Sabarguna MARS, di Jakarta, Kamis.
Indonesia memiliki bermacam-macam rumahsakit, seperti rumah sakit bertaraf internasional dan nasional, kata Subirosa, seraya menambahkan ada rumahsakit nasional yang sudah maju dan ada pula yang belum di samping rumah sakit-rumah sakit daerah yang dikembangkan.
"Yang harus diusahakan itu rumah sakit klasik yang beralih ke rumah sakit moderen. Karena itu tuntutan global," kata Boy.
Boy melanjutkan, ciri rumah sakit klasik itu memiliki struktur organisasi model lama dengan pelayanan yang belum berbasis pada masyarakat, sementara rumah sakit modern adalah rumahsakit yang memandang bahwa rumahsakit membutuhkan pasien bukan sebaliknya."Rumah sakit yang merasa tidak membutuhkan pasien justru yang akan mati," katanya.
Menurut Boy, mulai dari dokter hingga tukang sapu di rumahsakit moderen memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga kalau masih ada rumah sakit yang membiarkan pasiennya di ruangan gawat darurat tanpa melakukan tindakan sesegera mungkin maka rumahsakit itu bisa dimasukkan ke dalam kategori rumahsakit dengan tatanan operasional klasik.
Demikian halnya dengan rumah sakit yang tidak memberi tempat pada orang-orang miskin termasuk kategori rumahsakit klasik, tambahnya.
"Rakyat miskin kesehataannya dijamin askeskin. Harusnya rumah sakit menerima pasies askeskin. Selain itu seharusnya rumah sakit tidak menilai pasien dari ekonominya. Apalagi dalam keadaan darurat," jelas Boy.
Boy juga menilai masyarakat miskin sudah bisa menempatkan posisinya dalam memilih rumah sakit, jadi tidak mungkin masyarakat miskin mendatangi rumah sakit internasional untuk berobat.
Rumahsakit manapun tidak boleh menolak pasien dalam kondisi gawat darurat saat mereka membutuhkan pertolongan pertama meskipun mereka adalah masyarakat miskin, katanya. Jadi sesungguhnya, menurut Boy, yang dimaksud dengan rumahsakit moderen adalah rumah sakit yang berbasis asuransi.
"Semua pihak harus dididik ke arah asuransi. Orang miskin sekarang sudah punya askeskin. Justru masyarakat golongan menengah yang belum sadar asuransi. Demikian juga sistem asuransi di Indonesia belum mendukung. Kalau semua sudah berbasis asuransi maka tidak perlu lagi ada rumahsakit yang minta deposit pada pasiennya," katanya.
Boy mengatakan dengan adanya asuransi maka lebih aman, lebih terjamin, karena segalanya sudah ada perhitungannya, jadi asuransi itu merupakan perencanaan yang lebih memudahkan dan lebih baik, tandasnya
Boy menyarankan agar rumah sakit meninggalkan paradigma lama yang tidak berorientasi pada pelayanan masyarakat. Untuk menjadi rumahsakit moderen, Boy sudah menulis buku mengenai manajemen rumah sakit.
Selain sebagai praktisi manajemen rumah sakit, Boy rajin menulis buku berdasarkan teori-teori manajemen rumahsakit dan pengalamannya dalam menjalankan manajemen rumahsakit. Boy telah menulis sekitar 40 judul buku tentang manajemen rumah sakit selama kurun waktu lima tahun.
Agar rumah sakit bisa menerapkan perubahan, Boy juga mengeluarkan perangkat lunaknya yang diberi judul Sistem Informasi Anggaran Operasional Rumah Sakit.
Museum Rekor Indonesia (MURI) telah menobatkan Boy sebagai penulis produktif. Penghargaan MURI tersebut diberikan kepada Boy agar orang lain terinspirasi menulis buku.
Rabu, 04 Februari 2009
Bagaimana seharusnya Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit di Indonesia melakukan Pembenahan Strategis
Bagaimana seharusnya Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit di Indonesia melakukan Pembenahan Strategis untuk dapat menjadi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan bermutu, efisien dengan tingkat efektifitas klinis dan keamanan/keselamatan yang tinggi kepada masyarakat tanpa adanya perbedaan atau diskriminasi khususnya berdasarkan status ekonomi mereka serta semata hanya merujuk kepada diagnosis/jenis kesakitan dan gangguan kesehatan mereka.
PENDAHULUAN
Pada peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-44, Menteri Kesehatan RI menyatakan sejumlah hal yang menjadi prioritas tinggi yang dilakukan Depkes RI diantaranya adalah mengarahkan Rumah Sakit sebagai sarana kesehatan yang mampu mengatasi masalah kesehatan yang handal, bermutu, dan mengutamakan keselamatan pasien (patient safety), Kompas 18 Desember 2008.
Prioritas
RSUD-RSUD paling tidak punya standar optimal agar dapat memberikan manfaat kepada semua stakeholder. Beberapa dimensi yang perlu menjadi fokus utama dalam memperbaiki organisasi dan manajemen rumah sakit yaitu :
(1)Dimensi pelayanan yang bermutu, efisien, dengan tingkat efektivitas klinis.
(2)Keamanan dan keselamatan yang tinggi kepada masyarakat tanpa harus membedakan latar belakangstatuspasien.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis merumuskan beberapa dimensi yang menjadi fokus kerja adalah :
(1)Pembenahan fisik Rumah Sakit dengan orientasi pelayanan dan kenyaman untuk pasien dan keluarga.
(2)Pembenahan budaya medis, paramedis dan karyawan secara keseluruhan yang berorientasi peduli dan professional pada pasien, keluarga dan lingkungan.
(3)Pembenahan manajemen keuangan yang akuntabel, manajemen SDM dan infrastuktur sistim informasi pelayanan rumah sakit berbasis data.
(4)Melakukan kerjasama dengan pihak ke-3 dalam hal kerjasama pendanaan fasilitas pelayanan rumah sakit dan mengembangkan sumber daya manusia professional yang berorientasi pada kebutuhan peningkatan status RSUD.
PEMBAHASAN
Dalam hal melakukan pembenahan organisasi dan manajemen rumah sakit di Indonesia, peran stakeholder – pemerintah, legsilatif, masyarakat, dan praktisi medis dan paramedis harus bersinergis dalam rangka memajukan kesehatan rakyat dari Sabang hingga Merauke.
Berikut kerangka kerja yang menjadi fokus pembenahan organisasi dan manajemen rumah sakit adalah :
1) Pembenahan fisik rumah sakit dengan orientasi pelayanan dan kenyamanan untuk pasien dan keluarga.
2) Pembenahan fisik fungsi bangunan RSUD ini bertujuan menciptakan suasana ruangan klinik yang professional, efektif, dan mengacu pada keselamatan medis, non medis, pasien dan keluarga pasien.
Kerangka kerja pembenahan tersebut adalah :
a) Mendesign ulang standar fungsi bangunan RSUD dengan orientasi kenyamanan untuk pasien dan keluarga.
b) Menata ulang konsep ruang rawat inap pasien dengan standar kenyamanan, kebersihan, keselamatan, pemulihan kesehatan pasien.
c) Standarisasi lay out Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruang poliklinik yang berorientasi standar keselamatan kerja kesehatan RS, profesional dan efektif.
d) Mendesign sistim integrasi instalasi air dan lokasi pembuangan limbah RS dengan standar keselamatan kesehatan kerja untuk RSUD.
3) Pembenahan budaya medis, paramedis dan karyawan secara keseluruhan yang berorientasi peduli dan professional pada pasien, keluarga dan lingkungan.
Dalam hal melakukan pembenahan budaya ini, tentunya menyangkut perilaku atau kebiasaan yang telah lama terbentuk di lingkungan RSUD. Maka pembenahan di bidang ini harus berlangsung secara berkesinambungan yaitu :
a) Membentuk tim yang akan merumuskan poin-poin perubahan budaya kerja RSUD.
b) Menetapkan standar pelayanan kepada tamu, pasien, keluarga pasien dalam menjawab pertanyaan baik secara tatap muka maupun melalui alat komunikasi. Sebagai contoh standarisasi Greeting via telepon ”Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam dengan RSUD ”A” dengan ”nama” bisa dibantu?
c) Membuat program-program yang dapat menstimulasi agar semua sumber daya manusia di RSUD terbiasa dengan kebersihan ruang kerja, ruang klinik, ruang perawatan, dan lain lain.
d) Membuat program-program yang dapat menstimulasi SDM RSUD agar peduli terhadap kepentingan pasien dan keluarganya seperti reward kepada medis, paramedis, dan karyawan yang memberikan pelayanan terbaik kepada pasien, keluarga pasien dan lingkungan kerja RS.
4) Pembenahan manajemen keuangan yang akuntabel, manajemen SDM dan infrastuktur sistim informasi pelayanan rumah sakit berbasis data.
5) Pembenahan bidang manajemen keuangan ini bermaksud agar RSUD dapat memberikan keuntungan yang maksimal bagi stakeholder (Pemerintah Daerah, Masyarakat, SDM-nya). Berikut kerangka kerja yang akan dilakukan adalah :
a) Membentuk tim untuk menata ulang sistim pembukuan RSUD yang akuntabel.
b) Memaksimalkan fungsi bidang Perencanaan, Penelitan dan Pengembangan, bidang SDM untuk menata ulang tingkat kebutuhan dokter-dokter umum dan dokter-dokter spesialis agar sistim kaderisasi dokter-dokter umum menjadi spesialis terencana.
c) Mendesign ulang metoda pelaporan pembukuan keuangan RSUD dari manual ke digital.
d) Melakukan identifikasi dan membangun :
· Proses sistim pelaporan keuangan RSUD dari pendaftaran pasien, rawat inap atau rawat jalan, pembayaran.
· Proses sistim pengadaan barang dan jasa, obat-obatan.
· Sistim manajemen sumber daya manusia.
e) Mendesign ulang infrastruktur sistim informasi manajemen RSUD secara bertahap. Seperti : alat komunikasi antar ruangan, keluar, petunjuk-petunjuk keselamatan kerja RS, instalasi switch on/off genset.
f) Mendesign ulang infrastruktur Keselamatan Kerja RS.
g) Melakukan kerjasama dengan pihak ke-3 dalam hal kerjasama pendanaan fasilitas pelayanan rumah sakit.
6) Pihak manajemen RSUD agar dapat responsif terhadap pendanaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembenahan fasilitas. Kerangka kerja yang dapat dijadikan inspirasi adalah :
a) Membentuk tim yang dapat merencanakan Rancangan Pengembangan RS secara jangka pendek, menengah, panjang.
b) Menjalin komunikasi dengan Pemerintah Daerah selaku stake holder agar porsi anggaran RSUD lebih besar secar bertahap setiap tahun.
c) Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah agar melakukan kerja sama dengan pihak Asuransi Jiwa dan Kesehatan.
Hal ini dilakukan dengan cara Pemerintah Daerah menyisihkan anggaran belanja daerah (APBD) menutup polis asuransi jiwa dan kesehatan secara massal untuk semua penduduk di daerah tersebut. Model kerja sama ini bertujuan agar semua pasien (mampu dan kurang mampu) dapat dilayani tanpa adanya perbedaan atau diskriminasi dan hanya merujuk kepada diagnosis/jenis kesakitan dan gangguan kesehatan mereka, dan pihak manajemen RSUD dapat mengajukan klaim kepada perusahaan Asuransi jika ada tindakan-tindakan medis baik kecil maupun besar.
d) Memberikan usulan kepada Pemerintah Daerah agar melakukan kerjasama dengan pihak ketiga (pengusaha) dalam hal pengembangan Bangunan RSUD.
Pola kerjasama ini sebagai contoh RSUD akan membangun paviliun eksekutif, maka model kerjasama BOT (Build on Transfer) dengan pihak ketiga memungkin untuk dilakukan.
Kerjasama BOT adalah dimana kerjasama kontrak kerja Pemerintah Daerah atau RSUD yang memiliki tanah dan pihak ketiga melakukan pembangunan gedung tersebut, pihak ketiga memiliki bangunan tersebut selama 10 atau 15 atau 20 tahun atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Selama kontrak perjanjian BOT tersebut, pihak ketiga dapat memaksimalkan bangunan secara komersial. RSUD dapat menyewa bangunan tersebut dengan harga khusus atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Dengan demikian, RSUD akan memperoleh nilai tambah baik dari segi mutu pelayanan, pendapatan finansial maupun kenyaman pasien kelas khusus atau eksekutif maupun keluarga pasien.
7) Membuat rencana kerja untuk meningkatan profesi SDM medis menjadi dokter spesialis, paramedis, karyawan RSUD setiap tahun.
Rencana kerja tersebut diajukan ke Pemda untuk memperoleh beasiswa belajar secara berkesinambungan.
PENUTUP
Demikian beberapa hal yang akan dilakukan pembenahan secara strategis dan bertahap terhadap RS atau RSUD sesuai dengan skala prioritas yang akan dilakukan pihak manajemen RS.
67% Rumah Sakit Lulus Akreditasi
"Akreditasi ini dilakukan untuk mengetahui kualitas rumah sakit dan demi menjaga mutunya," katanya di Kelurahan Pekan Labuhan, seusai acara sosial bhakti Waspada untuk rakyat.
Pada acara tersebut juga dihadiri Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Menurut dia, akreditasi ini dilakukan oleh lembaga independen yakni Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan hasilnya diakui oleh pemerintah.
Selain untuk mengetahui kualitas rumah sakit, akreditasi ini juga menjawab keinginan pihak asuransi yang ke depannya hanya mau bekerja sama dengan rumah sakit yang sudah terakreditasi.
Sertifikat akreditasi tersebut diberikan kepada rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan standar akreditasi yang disusun oleh
Sebagian besar rumah sakit yang telah lulus akreditasi tersebut rata-rata adalah rumah sakit yang berada di
"Akreditasi yang ada saat ini belum memuat aspek keselamatan pasien, ke depannya kita akan masukkan aspek ini dalam uji akreditasi. Salah satu aspek keselamatan pasien bisa terlihat dari ketersediaan kotak pengaduan bagi para pasien untuk menyampaikan keluhan-keluhan atas pelayanan di rumah sakit," katanya. (Kompas, 29 Januari 2009)